ALPHATERRANIA (SUDAH SAATNYA #2)




Ąlphaterrania
Sudah saatnya kau tahu nak.
Hęndelm Stįeffer
(Lelaki yang memiliki cerita dari kakaknya)


Pria berjaket hitam yang paling tinggi dengan rambut pirang itu membopong Trhisya dengan kedua tangannya yang besar, dan pria yang satunya lagi yang berambut hitam, membopong Ąlpha, empat orang lagi ada dibelkangku dan Sỳaina, mereka  berlari tetapi tetap mengimbangi kecepatan lariku dan Sỳaina. Aku terus berpikir tentang keselamatan Ąlpha dan Trheisya, semoga orang-orang asing ini dapat menyelamatkan nyawa mereka berdua, meskipun aku tidak tahu siapa mereka. disamping itu aku memikirkan cerita kakakku tentang hutan yang sangat indah, hewan-hewan yang berbeda dengan hewan-hewan yang ada dibumi, pepohonan yang tidak akan kau ketahui jenisnya, serangga yang aneh bentuknya. Selama ini aku tidak terlalu mempercayai cerita itu, aku menganggapnya hanya sebuah dongeng belaka, tapi ternyata kenyataan berkata lain, dongeng itu berubah menjadi kenyataan, kenyataan itu datang dengan cara Ąlpha dan Trheisya yang saling berpegangan tangan lalu terbukalah sebuah gerbang yang menuju alam ini.
            Kami sampai disebuah pedesaan kecil dengan rumah dari kayu-kayu yang tersusun rapih menjadi sebuah banhunan yang indah, tetapi rumah-rumah itu berArsitektural modern, entah bagaimana orang-orang ditengah hutan mengerti tentang Arsitektural modern, ada beberapa orang yang melihat kami, mereka seperti heran.
 Ada seorang perempuan mendekati kami lalu bertanya kepada sipiring yang paling tinggi “Kufhetem fra?.” Apa yang dia katakan?, mungkin bahasa desa ini.
            “Na Nidashỳe.” sipirang itu menjawab.
            “Sỳan, apa kau tahu bahasa apa itu?.”  Aku bertanya pada Sỳan, Sỳan adalah panggilan ku untuk Sỳaina.
            “Aku tidak tahu, tapi ayahku sering menggunakan bahasa itu sehingga aku sedikit mengerti.” Sỳan menjawab. 
“Apa kau bisa menerjemahkannya?.” Aku bertanya dengan sedikit berbisik. Aku tidak mengerti kenapa ayah Sỳan menggunakan bahasa yang sama denga bahasa yang mereka gunakan, apakah bahasa itu berasal dari bumi?.
“Wanita itu bertanya ‘Siapa mereka?.’ Lalu lelaki itu menjawab ‘Aku tidak tahu’.” Sỳan menerjemahkan bahasa itu.

Kami sampai disuatu rumah yang besar, bertingkat empat, satu orang dibelakangku dengan cepat berlari kedepan kami lali membuka pintu itu, kamipun masuk kedalam rumah besar ini. Aku terkejut dengan Design ruangan utama ini, sangat modern sekali, tv plasma yang sangat tipis terpajang didinding sebelah kiri, didepannya sofa putih yang bentuknya sederhana. “Kau berdua tunggu saja disofa itu, aku akan mengurus temanmu ini, Fįeer kau temani dia ok?.” Sipiring menyuruhku dan temannya yang dipanggil Fįeer.

Aku, Sỳaina dan Fįeer duduk disofa putih itu. Fįeer lebih tinggi beberapa senti dariku mungkin tingginya sekitar 185 cm dia yang paling pendek dari enam orang itu wajahnya sangat tampan alisnya terukir tebal, matanya sangat tajam, matanya berwarna biru dengan sedikit garis-garis hitam, tunggu apa ini? Aku melihat jelas garis-garis mata seseorang, penglihatanku tidak pernah sebaik ini. Aku menoleh kearah jendela dengan cepat, aku bisa melihat garis daun dari jendela didinding sebelah kiriku, aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan penglihatanku.
“hey, kita belum berkenalan.” Fįeer berkata sambil tersenyum sopan.
Kami berjabat tangan “Aku Stįeffer.” Sambil tersenyum.
“Aku Fįeer Retrǫa, kalian bisa panggil aku Fįeer.” Jelasnya.
“Aku Sỳaina.” Sỳaina melambaikan tangannya kearah Fįeer, meskipun cukup dekat untuk berjabat tangan.
“Kalian berasal dari mana?.” Tanya Fįeer.
“Kami berasal dari desa Polia.” Apa dia tahu kami berasal dari tempat yang sangat berbeda, bisa jadi beda alam.
“Aku tidak tahu desa itu. Apa dibagian timur Ąlphaterrania?.”Ąlphaterrania? bukankah itu nama negri yang pernah diceritakan oleh kakakku?.
“Kami berasal dari bumi.” Sỳaina menjawab.
“Maksudmu dari Planet Bumi?.” Fįeer seperti tidak yakin sehingga menekankan beberapa kata-katanya
“Ya betul, kami dari planet bumi.” Sỳaina meyakinkan Fįeer.
“Apa kalian sedang bergurau?.” Sepertinya Fįeer tidak yakin dengan kami. “Aku tahu kita sedang menggunakan bahasa Lemurian yang kononnya berasal dari bumi, tapi kami menganggap itu sebuah dongeng kolot belaka.” Lanjutnya keheranan.
“Aku tidak tahu ini bahasa Lemurian, setauku ini bahasa Indonesia.” Kataku kebingungan dengan perkataan Fįeer. 
Kakakku juga pernah bercerita tentang bangsa Lemurian, bangsa itu dibumi hanguskan oleh pendatang dari langit hitam, hanya beberapa saja yang selamat lalu melarikan diri dengan kendaran yang dapat melesat bagaikan cahaya, tetapi setealah beberapa ribu tahun berlalu, disaat bangsa Lemurian lepas dari ketakutan akan pendatang dari langit hitam, ternyata mereka salah, pendatang dari langit hitam dapat melacak keberadaan mereka, disaat itulah peperangan yang sangat hebat terjadi, peperangan menggunakan teknologi tingkat tinggi dan ilmu Astral bersatu, tidak seperti ledakan atom diHirosima dan Nagasaki, peperangan bangsa Lemurian lebih terkesan sunyi, ledakan-ledakan tidak menimbulkan suara gemuruh besar, hanya suara hantaman radiasi yang menabrak alam meraka, dan cahaya yang sangat besar yang sering terpancar dari serangan-serang kedua bangsa itu. Peperangan itu sangat kejam, tubuh orang-orang dari bangsa lemurian berhamburan terlempar karena serangan dari pendatang langit hitam, darah berceceran diamana-mana, peperangan itu terjadi dihutan yang sangat lebat dan luas, tanahnya sangat kuat bagaikan lempengan baja, pepohonannya sangat kokoh bagaikan beton yang tertanam dalam keperut planet itu, tetapi peperangan berhenti seketika bulan melantunkan nada-nada yang membuat seluruh prajurit tertidur lelap, dana peperangan itupun terkubur dalam disapu oleh badai pasir sehingga tidak menyisakan apapun. Tetapi jika peperangan itu benar-benar tidak menyisakan apapun, bagaimana cerita itu bisa ada? Apa hanya sebuah karangan? tetapi Itulah cerita yang pernah kudengar dari kakakku tentang bangsa Lemurian.


“Kalian harus bertemu kepala suku kami, bukan karena kejahatan atau semacamnya, tetapi aku hanya ingin meyakinkan diriku.” Kata Fįeer. Sepertinya dia benar-benar penasaran dengan identitas kami.
“Baiklah jika itu perlu, tetapi bagaimana keadaan kedua temanku, aku sangat mencemaskan mereka.” Sỳaina berkata dan tersirat kekhawatiran dari wajahnya
“Tenanglah! Prine sangat ahli dengan racun, dia ahli kimia didesa ini.” Katanya menenangkan Sỳaina.
“Prine?.” Tanyaku
“Ya dia yang membawa teman wanitamu tadi.” Jelasnya.
“Hey sepertinya asyik sekali mengobrolnya.” Seseorang berkata dari belakangku, aku tidak merasakan kedatangannya sehingga aku sedikit terkejut akan kedatangannya, dia bersama temannya, mereka berdua berambut hitam dan sama tinggi, sekitar 190 cm, jaket hitam besar menyelimuti tubuh mereka masing-masing, mereka yang tadi bersama Fįeer dan Prine yang menolong kami.
“Hey kau harus ikut dengan obrolan kami, sepertinya mereka orang-orang yang menarik.” Fįeer mengajak mereka berdua
Mereka lantas duduk disamping Fįeer “Aku Duran” sambil mengangkat tangannya dia menyebutkan namanya
“Aku Stįeff, dan ini Sỳaina.” Kami berdua mengangkat tangan juga.
“Aku Rheffįe, panggil aku Rheff saja.” Dia tersenyum dan mengangkat tangan kanannya. Rheffįe memiliki kumis tipis dan tubuhnya lebih kecil dari Duran, tubuh Duran sangat besar dan berotot, dia seperti binaragawan, wajahnya terkesan galak, tidak seperti Rheff yang wajahnya terkesan hangat dan sopan
“Rheffįe adalah nama wanita.” Duran meledeknya dengan senyum menyinggung. Ternyata Duran tidak segalak yang kukira.
“Sudahlah, itu nama salah satu Pahlawan kita.” Rheff sepertinya tidak tersinggung dia hanya tersenyum.
“Ya dan pahlawan itu adalah wanita.” Fįeer ikut meledeknya juga.
“Bukankah Rheffįe adalah pedang silver?.” Sỳaina tiba-tiba menyelak.
Mereka bertiga terkejut “Benarkah?.” Duran bertanya pada Sỳaina sepertinya mereka bertiga tidak tahu akan hal itu.
“Ayahku pernah bercerita tentang Rheffįe, pedang yang terbuat dari tulang rusuk naga merah. Aku hanya ingat bagian itu. Tetapi sepertinya hal seperti itu tidak pernah terjadi dibumi.” Jelas Sỳaina.
“Kami tidak pernah tahu tentang hal itu, mungkin kepala suku tahu tentang hal itu. Hey tunggu! Apa kau bilang bumi? Maksudmu Planet biru?.” Duran menyiratkan sedikit rasa penasaran tentang hal itu.
“Sudah kubilang mereka orang-orang yang menarik.” Fįeer tersenyum kecil kearah Sỳan, Sỳan membalas senyumannya dengan riang dan terlihat sangat cantik.
“Hey bagaimana dengan temanku?.” Aku bertanya pada Duran, seingatku duran yang membopong Ąlpha tadi, sekaligus memutuskan obrolan yang akan lama untuk membahas bumi tempat kami berasal.
“Kami harus mengunci temanmu disebuah ruangan, dia akan menggila, mungkin dia sedang menggila sekarang.” Tiba-tiba ada sebuah teriakan keras menggerang, sepertinya dari lantai dua ”Baru saja kubilang, dia sudah teriak. Tapi tenanglah dia akan kembali seperti semula setelah dua jam atau lebih.” Duran menenangkanku.
“Apa kami boleh melihatnya?.” Tanyaku 
“Ya kalian boleh melihatnya, tetapi kalian tidak boleh mendekatinya, kalian harus melihat dari luar ruangan, mungkin dia akan melukai kalian, lihatlah!” dia menunjukan subuah robekan kecil dijaket ditangan kananya.” dia menggigitku, padahal jaket ini sangat kuat.” Dia tersenyum saat selesai bicara.

Kami berjalan menuju lantai dua, lalu memasuki lorong dengan lukisan-lukisan kontemporer dan beberapa lukisan itu ada yang menggambarkan peperangan, aku tertarik dengan sebuah lukisan yang menggambarkan seorang lelaki muda memakai baju Zirah berwarna hitam dan beberapa bagian berwarna perak, wajah lelaki yang ada dilukisan itu cukup femiliar bagiku, tidak bukan ‘cukup’ tapi sangat, aku sangat femiliar dengan wajah itu. Beberapa saat kemudian Kami sampai didepan pintu sebuah ruangan, pintu itu memiliki lubang bulat yang ditutup kaca tebal, dan aku melihat seseorang yang duduk disebuah kursi dan tubuhnya diikat dengan tali yang cukup besar dan kuat, tunggu, itu Ąlpha, dia sedikit menggoyang-goyangkan tubuhnya, dia berusaha melepaskan diri dari tali-tali yang mengikatnya, kami berhenti diruangan itu aku memandangi Ąlpha yang sedang terikat, dan berusaha melepaskan diri, aku sangat merasa kasihan dengannya, aku merasa bersalah telah menyuruhnya menghisap racun yang ada dikaki Trheisya. tiba-tiba Ąlpha terdiam, lalu menatapku dengan tatapan keji yang sangat menakutkan, tatapanya sangat menakutkan. aku benar-benar tidak bisa bergerak karena tatapannya, tiba-tiba dia menarik keatas sebelah bibirnya yang membuat sebuah senyuman keji, taringnya sedikit terlihat, aku baru sadar Ąlpha memiliki taring yang cukup besar, sangat menakutkan, dia benar-benar menakutkan, dia lebih menakutkan dari seorang Psychopath yang sering kulihat difilm-film, dia lebih menyeramkan dari monster. Tiba-tiba dia menghentakan tubuhnya dengan sangat kuat sehingga tali-tali yang tadinya melilit kuat ditubuhnya, Mengunci dia dengan kuat, lepas seketika dia menghentakan tubuhnya, tali-tali itu putus lalu dia berlali kearahku dengan cepat, aku tersentak kaget, aku melompat mundur sehingga menabrak tubuh besar Duran, Duran memegangiku agar aku tidak terjatuh “Sebenarnya siapa temanmu itu? Apa dia benar-benar manusia sama sepertimu?.” Aku menengok kearah wajah Duran, wajahnya terlihat sangat terkejut, dia menatap Ąlpha, tersirat keheranan dari wajahnya. 

Tiba-tiba Ąlpha terdiam, menundukan wajahnya, dan mundur beberapa langkah, lalu dia terdiam lagi, tiba-tiba dimengangkat wajahnya, matanya melotot lebar, lebih menakutkan dari yang tadi dia lakukan, kali ini dia tertawa kecil dengan bibir sebelah kanannya yang terangkat, dia benar-benar kehilangan kesadarannya, Ąlpha yang tadinya sangat menyenangkan, baik bahkan terkesan lemah, tubuhnya saja tidak gemuk, tubuhnya sedikit kurus, tetapi sekarang berubah menjadi Ąlpha yang terkesan seperti monster yang sangat kuat, meskipun tidak ada perubahan fisik, bahkan orang seperti Duran saja sedikit ketakutan. Tiba-tiba Ąlpha berlari dan menendang pintu dengan kuat, pintu itu tertembus oleh kakinya serpihan kayu terlontar dari tempatnya, terdengar suara yang sangat keras “Kita harus mengikatnya kembali.” Teriak Fįeer. Tiba-tiba empat orang turun dari tangga dari sebelah kanan kami “Ada apa?.” Teriak salah satu dari empat orang itu. “Kita harus mengikatnya kembali.” Jawab Duran tergesah-gesah.

Ąlpha kembali mundur seperti yang dilakukannya tadi, Fįeer, Duran, Rheff dan empat orang itu masuk dengan cepat, tetapi Ąlpha hanya terdiam, Duran lekas memegangi tangan kanannya tetapi tiba-tiba wajah Ąlpha berpaling kearah Duran dengan cepat, Ąlpha menatap Duran dengan cara yang sangat menakutkan, Duran terkejut, tangan kiri Ąlpha melayangkan sebuah pukulan yang sangat keras, pukulan itu mengenai perut Duran, Duran terlempar lalu menabrak tembok, duran terjatuh duduk kesakitan,Duran berusaha bangkit tetapi dia terjatuh kembali, enam orang lainnya mencoba mengunci Ąlpha memegangi bagian-bagian tubuh Ąlpha, Ąpha berteriak keras dan serak, suaranya menusuk kedalam jantungku, menguapkan seluruh ketakutanku menjadi semakin kuat.  Ąlpha memberontak engan kuat dan keras, enam orang itu terpental, ada apa dengan Ąlpha? Dia mampu melontarkan enam orang dengan satu gerakan memberontak. Mataku terbelalak lebar melihat kejadian itu didepanku. Tiba-tiba ada lima orang lagi turun dari tangga, mereka seperti sudah tahu apa yang terjadi, meraka lantas masuk lalu salah satu dari orang itu menubruk tubuh Ąlpha, seketika Ąlpha terjatuh, enam orang yang jatuh tadi bangkit  lalu mereka semua bergegas memegangi Ąlpha sehingga Ąlpha terkunci kuat oleh sepuluh orang itu, sementara Duran tetap duduk kesakitan sambil memegangi perutnya, seseorang yang mengunci Ąlpha mengeluarkan sebuah suntikan dari sakunya, tabung suntikan itu berisi sebuah cairan kental berwarna biru, dengan cepat orang itu membuka tutup jarum suntikan itu, lalu menancapkannya kelengan kanan Ąlpha, beberapa detik kemudian Ąlpha diam, dan tertidur. “Sudah cukup dengan berontakanmu, obat bius itu lebih besar dari dosis yang tadi kusuntikan, dan masa kegilaanmu pun akan segera selesai.” Orang yang menyuntik Ąlpha itu berbicara puas. “Duran kau harus cepat diobati, lukamu cukup parah.” Seseorang berambut pirang dan bermata biru pudar menyuruh Duran lalu membopongnya keluar
“Baiklah.” Duran tidak membantah perkataannya, dia seperti sepenuhnya percaya dengan orang itu.
Merekapun menuju tempat mereka masing-masing, sembilan orang yang tidak kukenal menaiki tangga dan Duranpun mengikutinya, dia memegangi perutnya, dia terbatuk, darah keluar dari mulutnya. “Tenanglah, dia akan sembuh dengan sangat cepat, aku pastikan itu.” Fįeer mencoba menghilangkan rasa takutku akan keadaan Duran yang sepertinya cukup parah karena pukulan Ąlpha. “Kau ingin melihat teman wanitamu? Dia ada diruangan diujung lorong itu.” Tanya Fįeer.
“Baiklah. Sỳa... hey kenapa kau menangis?.” Aku baru tersadar Sỳaina menangis, aku terlalu tenggelam dalam ketakutanku akan amukan Ąlpha.
“Kenapa Ąlpha mengamuk? Ada apa dengan dia?.” Bicaranya terpata-pata, air matanya jatuh kelantai.
Aku memeluknya, kuharap pelukanku cukup berguna untuk menenangkan hatinya “Tenanglah! Dia akan kembali seperti Ąlpha yang dulu.” Aku mencoba menenangkannya.
“Benar, dia akan sembuh, tidak lama lagi dia akan tersadar. Prine akan menjelaskan apa yang terjadi, dia akan menjelaskan sejelas-jelasnya.” Fįeer berkata dengan sangat yakin “Ayo kita lihat temanmu yang wanita itu.” Ajak Fįeer lalu dia berjalan menuju ujung lorong, kami mengikutinya dari belakang, aku menggenggam jari-jari Sỳaina yang bergetar karena ketakutan dan kecemasan.

Fįeer mengetuk pintu “Masuklah.” Suara wanita terdengar dari dalam. Fįeer membuka pintu lalu kamipun masuk kedalam ruangan itu. Ruangan itu sangat bersih, besar dan bercat putih, lantainya terbuat dari marmer, sangat indah, ada banyak barang-barang tidak kukenal. Trheisya tertidur lelap ditempat tidur seperti yang ada dirumah sakit, dia terbaring lemah, lukanya tidak diperban, dari luka itu menetes cairan hitam, kaki kanannya sengaja tidak diposisikan dikasur, kakinya terkulai kesamping kasur, posisi yang tidak cukup nyaman untuk tertidur lelap. Tetesan cairan hitam itu menetes kesebuah mangkuk yang cukup besar dilantai. Seorang wanita yang tadi menghampiri Prine diluar dan berbicara bahasa yang aneh itu sedang mengelap keringat yang keluar dari dahi Trheisya, dia duduk dikursi berwarna putih disebelah tempat tidur Trheisya, Prine ada disebelah kiri kami, dia sedang fokos dengan apa yang dia kerjakan, dia sedang menggunakan Microscope. Sepertinya dia sedang meneliti sesuatu
“Bagaimana keadaannya?.” Tanya Fįeer.

Wanita itu menoleh kearah kami lalu tersenyum manis dan sopan. “Sangat baik, pengobatannya barjalan dengan lancar, mungkin beberapa menit lagi dia akan tersadar. hey kita belum berkenalan.” Dia menghampiri kami lalu menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan, aku menanggapinya dengan sopan dan senyum. “Aku Ŕhiffia, panggil saja Fia.” Dia tersenyum saat selesai mengucapkan namanya “Aku Stįeffer.” Lalu Fia menjabat tangan Sỳaina, “Aku Sỳaina.” Sỳaina tersenyum.

“Kau habis menangis?.” Tanya Fia
“Temannya mengamuk, mungkin kau harus menjelaskan apa yang terjadi pada temannya Prine!.” Fįeer mencoba menyuruh Prine untuk menjelaskan apa yang terjadi dengan Ąlpha dengan cara yang sopan.
“Sebentar, aku tertarik dengan jenis darah wanita itu, sepertinya dia bukan ras sejenis kita.” Ucap Prine yang sedang Asyik menggunakan  Microscopenya.
“Bahkan dia berbeda Planet dengan kita, Prine.” Ucap Fįeer dengan sedikit senyuman.
Seketika Prine meninggalkan mejanya, lalu menghampiri kami “Kalian berasal dari Planet lain?.” Tanya Prine dengan serius.
“Ya kami dari Bumi, tetapi benarkah ini Planet yang berbeda?.” Jawabku dan aku berbalik bertanya. Tetapi Trheisya terbangun yang membuat obrolan kami terhenti
“Dimana Ąlpha?.” Suaranya sangat lemah. Kami mendekat kearah tempat tidur Trheisya

Kami terdiam, terkejut tetapi tetap terdiam, mulutku menganga lebar, aku tidak tahu apa yang terjadi. Matanya, ya ada yang berubah dari matanya, matanya yang sebelumnya berwarna hitam dan terkesan dalam sekarang telah berubah menjadi warna biru cerah sangat cerah bahkan terkesan bersinar, tetapi tidak benar-benar bersinar. Tiba-tiba Fia berlari kearah jendela lalu membuka jendela yang cukup besar itu, aku baru sadar hari sudah cukup gelap. Fia meihat kearah atas lalu dia berkata “Benar.” Fia menoleh kearah Prine Dia menatap dalam-dalam mata Prine 
“Matanya sama dengan bulan?.” Tany Prine dengan serius.
“Ya benar-benar sama.” Fia menjawab dengan serius juga

Tiba-tiba aku teringat dengan cerita kakakku, dia pernah bercerita tentang suatu ras yang matanya berubah warna seraya cahaya besar yang berada diatas langit, mungkin maksudnya adalah bulan, ras itu tinggal diatas awan, tetapi tidak benar-benar tinggal diatas awan, itu hanya kiasaan belaka, ras mereka pernah menghentikan perang dengan seketika, seseorang dari ras itu hanya meniupkan seruling dan perang itu seketika berhenti, semua pasukan perang dari kedua belah kubu itu tertidur lelap selama ratusan tahun. Apakah Trheisya salah satu dari ras itu? Apakah Trheisya benar-benar manusia dari bumi?.
Vindứrrian.” Prine mengatakan itu sambil termenung.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Populer Post